Deskripsi
Keris Tindih Gumbeng Jenggala Tus Pamor Raja Kamkam Kuno
Gumbeng adalah salah satu dhapur pusaka lurus yang bentuknya sangat sederhana. Bentuk dan ricikannya mirip seperti Keris Kebo Lajer dengan gandhik yang panjang tapi bilahnya sedikit lebih lebar. Umumnya Keris Gumbeng merupakan tangguh sepuh. Dibalik bentuknya yang lugu dan sederhana, Keris Gumbeng memiliki muatan spiritual yang berkaitan dengan keselarasan manusia dengan Tuhan dan alam semesta.
Adapun “Gumbeng” secara harfiah bermakna “tingkat kesadaran tertentu pada saat bersemedi”, yaitu titik hening atau kondisi dimana hati, pikiran dan jiwa selaras dengan alam serta merasa begitu dekat dengan Tuhan. Kosong, hanya ada keheningan namun begitu damai. Semedi/Meditasi adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan menyelaraskan diri dengan alam semesta, yaitu untuk mencapai keselarasan pikiran, hasrat dan daya-rasa-cipta pada diri Manusia dengan Tuhan dan alam.
Salah satu cara dengan bersemedi kita bisa melalui sebuah batas dari tataran syariat, tarekat, hakikat dan makrifat yang disimbolkan dengan beberapa warna cahaya sampai pada batas pencapaian (Kala Bintulu) atau dalam budaya Jawa dikenal sebagai laku raga, laku budi, laku manah, dan laku rasa. Atau menurut ajaran Mangkunegara IV seperti disebutkan dalam “Wedhatama”, yaitu empat tahap laku yang disebut: sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa dan sembah rasa.
Tangguh Jenggala termasuk dalam kategori tangguh Madya Kuno, Penggiat keris juga menyebutnya sebagai tangguh Kuno Pertengahan. Tangguh ini memiliki periode antara tahun 1126 M–1250 M. Kerajaan yang masih dalam periode ini adalah Jenggala, Singosari, Pajajaran dan Cirebon.
Kerajaan Janggala atau Jenggala (Jawa: ꦏꦼꦫꦗꦄꦤ꧀ꦗꦁꦒꦭ) adalah sebuah kerajaan Hindu-Buddha yang terdapat di Jawa Timur, Indonesia, antara tahun 1042 dan berakhir disekitar tahun 1135-an. Wilayah Jenggala membentang dari Mojokerto hingga Banyuwangi, yang saat ini menjadi pusat wilayah kebudayaan wetanan. Janggala Merupakan salah satu kerajaan hasil pembelahan yang juga didirikan oleh Airlangga. Kerajaan ini dipimpin oleh wangsa Isyana. Lokasi pusat kerajaan diperkirakan sekarang berada di wilayah Porong, Sidoarjo.
Nama Janggala diperkirakan berasal kata “Hujung Galuh”, atau disebut “Jung-ya-lu” berdasarkan catatan China. Pada masa Kerajaan Medang, dan Kahuripan, Hujung Galuh dikenal sebagai pelabuhan, kemungkinan terletak di daerah Canggu, Jetis, Mojokerto. Sumber otentik yang dapat dipakai sebagai dasar acuan. Yakni Prasasti Kamalagyan. Prasasti Kamalagyan adalah sebuah prasasti yang dibuat Airlangga pada tahun 959 Saka atau 1037 M.
Ulasan
Belum ada ulasan.