Deskripsi
Keris Jalak Tilam Sari Tangguh Mataram HB Sepuh
– Jenis : Keris Lurus
– Dhapur : Jalak Tilam Sari
– Pamor : Wos Wutah
– Tangguh : HB Sepuh
– Warangka : Ladrang
– Bahan Warangka : Kayu Trembalo Gandar Iras
– Pendok : Blewah Kuningan Mamas
– Mendak : Timbar Pecah
Barang sama persis seperti foto.
garansi 100% asli sepuh kuno
Tangguh Mataram HB
TANGGUH MATARAM HB, pergolakan yang panjang sepanjang pemerintahan HB I hingga HB V, telah memporak-porandakan sendi kehidupan budaya di lingkungan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Terlebih sejarah juga mencatat semenjak peristiwa pendudukan keraton oleh bala tentara Inggris dan ditanda-tanganinya perjanjian politik antara Sultan HB III dan Thomas Stamford Raffles pada bulan Oktober 1813, kekuatan persenjataan keraton menyusut gratis. Di bawah pengawasan Inggris, Kasultanan Yogyakarta tidak lagi diperkenankan memiliki angkatan bersenjata yang kuat. Personil dan sistem persenjataanpun dibatasi sedemikian rupa. Sejak itulah fungsi kekuatan bersenjata kraton, tidak lebih dari pengawal Sultan dan penjaga lingkungan kraton.
Pasca berakhirnya perang Diponegoro 1830 semakin mengurangi dan membatasi kekuatan militer keraton. Di saat situasi seperti itu, posisi seniman, pujangga dan empu pembuat keris menjadi sedikit terpinggirkan. Para empu pembuat keris akan tetap berkarya, tapi hanya untuk kebutuhan terbatas. Seniman, pengrajin dan empu keris itu akhirnya banyak yang berdomisili dan membuat karya di luar benteng kraton Mataram. Di luar wilayah benteng keraton, tentunya di daerah Gading Mataram (Bagelen dan Ngentho-entho) banyak diketemukan tombak, keris dan tosan aji lainnya dalam jumlah yang luar biasa baik secara kualitas maupun kuantitas.
Tangguh Ngayogyakarta sering diintepretasikan sebagai keris buatan Jaman Mataram, karena pusat kerajaan Mataram berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Padahal lebih tepat dan bentuk jika tangguh Ngayogyakarta adalah tangguh jaman Kraton Hamengkubuwono atau sering disebut tangguh nem-neman (muda). Keris-keris tangguh Ngayogyakarta umumnya merupakan percampuran antara gaya Majapahit dengan Mataram (Sultan Agung). Dimana dedeg (sosok bilah) umumnya normal, tidak terlalu panjang maupun terlalu pendek. Pawakan (lebar dan tebal) wilahan sembodo (sepadan, tepat), tidak ngadal meteng dan kempot, wingit, lugas dan tidak menampilkan tambahan bentuk yang aneh-aneh. Atau penggabungan antara keris Majapahit dengan ciri Mataram menjadi sebuah bentuk keris baru ini tampak serasi, tidak ngadal meteng (lebar di tengah) seperti keris Surakarta, kesannya bersahaja, namun angker.
Ulasan
Belum ada ulasan.