Deskripsi
Keris Mundarang Pamor Wengkon Isen Tangguh Mataram Era HB VII Garap Dalem
Spesifikasi Lengkap Pusaka :
– Jenis Pusaka : Lurus
– Dhapur / Bentuk : Mundarang
– Pamor / Gambar : Wengkon Isen
– Tangguh / Est Era Pembuatan : Mataram Era HB VII
– Panjang Bilah : 35 cm
– Warangka : Gayaman Jogjakarta
– Bahan Rangka : Kayu Timoho
– Handle / Gagang : Kayu Tayuman
– Pendok : Bunton Tatah Sepuh Emas
– Mendak : Parijata
Barang sama persis seperti foto.
garansi 1000% asli sepuh kuno
Dhapur Keris Mundarang
Keris Mundarang – Ricikan Dhapur Keris Mundarang: Sekar Kacang Pogok, Jalen, Lambe Gajah, Pejetan, Tikel Alis, Sraweyan, Greneng. Dapur Mundarang adalah jenis dapur yang relatif jarang.
Keris Mendarang yang nama lainya Mundarang ini termasuk ke dalam golongan Pusaka yang langka dan sulit untuk di temukan, Keris Mendarang berenergi baik walaupun demikian jarang ada yang memilikinya faktor usia mungkin menyebabkan kelangkaan dari Benda Pusaka ini.
Keris Dapur Mendarang, terkesan biasa jika dilihat dari segi fisiknya, ini di karenakan Dapur Keris yang Lurus tanpa Luk atau Lekuk ini menjadikanya biasa jika dilihat dari segi fisik. Akan tetapi jika seseorang yang mampu menditeksi energi dari sebuah benda Pusaka maka ia akan mengetahui betapa kuat energi positif dari Keris Mendarang ini.
Ciri Dhapur Keris Mundarang
Walaupun terlihat lurus dan biasa, Pusaka ini juga terdapat ciri Khasnya yang jika dilihat terdapat Kembang Kacang dan Lambe Gajahnya yang hanya satu selain itu sogokanya Rangkap, sraweyan dan greneng. Dari ciri ini juga yang membuat Keris dapur Mendarang ini termasuk Pusaka yang di gemari banyak orang untuk dimiliki.
Keris Hamengkubuwana VII
Keris Yogyakarta telah menjadi salah satu penanda ketinggian budaya dan warisan yang memikat dalam sejarah Nusantara. Pada abad ke-18, dengan lahirnya dinasti Hamengkubuwono pada tahun 1755 sesudah Perjanjian Giyanti, muncul pula kehadiran tangguh HB (Hobo). Perjanjian ini membagi Mataram menjadi dua kerajaan kecil, dengan Yogyakarta menggunakan gelar Kasultanan dan Surakarta tetap memilih Kasunanan. Dari sini, perbedaan budaya dan tradisi kedua kerajaan pun mulai terlihat, termasuk dalam hal bentuk keris.
Pusaka-pusaka dari Keraton Yogyakarta memiliki keunikan tersendiri. Meskipun sederhana dalam bentuknya, mereka tak pernah kehilangan kesan yang memikat dan kewibawaan yang melekat. Keris-keris Yogyakarta tidak diciptakan untuk pamer atau unjuk kehebatan. Kesederhanaan yang mereka bawa tidak hanya terlihat dalam bilah dan pamornya, tetapi juga dalam seluruh penampilannya. Konsep “ngayang batin”, menekankan pada keindahan spiritual dan filosofis, menjadikan kesederhanaan sebagai sebuah keindahan yang tak ternilai.
Secara bertahap, gagrak (gaya) Yogyakarta juga mulai menunjukkan ciri khasnya sendiri. Meskipun tidak merata secara menyeluruh, evolusi ini terjadi pada setiap pemerintahan Sultan Yogyakarta I-IX, yang memberikan ciri khas tersendiri pada masing-masing era. Contohnya, Keris Yasan yang diperintahkan oleh HB I, memiliki bentuk yang mirip dengan tangguh Mataram namun dengan ukuran yang sedikit lebih besar.
Namun, perjalanan keris Yogyakarta tidak selalu lancar. Pada masa HB II, HB III, dan HB IV, situasi politik yang tidak stabil menyebabkan sedikit perhatian terhadap pembuatan keris. Kekosongan tahta dan tekanan politik kolonial dari Belanda membuat produksi keris menjadi terhenti untuk sementara waktu.
Namun, era keemasan keris Yogyakarta terjadi pada masa HB V (1828-1855) dan HB VII (1877-1921). Pada masa ini, suasana politik dan keamanan yang relatif tenang memungkinkan kerajinan keris berkembang pesat. Keris-keris pada masa ini memiliki ciri khas yang kuat, dengan hiasan yang lebih besar dan lebih tebal, serta motif pamor yang inovatif seperti Rinenteng dan Udan Mas.
Melalui perjalanan yang penuh warna ini, Keris Yogyakarta telah menjadi simbol dari kebesaran budaya dan kearifan lokal. Dengan keunikan dan keindahannya, ia terus menjadi penanda yang mempesona dalam sejarah dan warisan budaya Nusantara.
Ulasan
Belum ada ulasan.